Bismillah, Assalamualaikum
"Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya"
(QS
Al-Maidah : 2)
Senja
diawal bulan Sya’ban, Kamis 18 Juni 2015 lalu ditetapkan sebagai awal puasa Ramadhan 1436 H. Beberapa waktu berlalu begitu cepatnya, ada kisah, cerita dan
banyak pengalaman baru yang belum tersurat.
Saya
mempelajari banyak hal akhir-akhir ini. Menyelesaikan deadline tulisan
saya. Mencoba memahami hal-hal yang saya tidak inginkan tapi harus terjadi di
hadapan saya. Lalu, melewati kesemuanya dengan tetap menjadi diri saya sendiri.
Nyatanya, tidak ada hal yang tidak bisa dilewati. Poinnya hanyalah, kamu mau
melangkah melewatinya atau tidak.
Saya
ingat di blog saya beberapa waktu lalu, setelah saya mengenalkan teman-teman posko
Alian MDMC, kali ini saya akan menceritakan bagaimana saya merasa seketika beruntung
mengenal semua orang baru yang belum saya kenal sebelumnya.
Kalau
rumahmu hangat. Kalau keluargamu lengkap. Kalau kasih sayang dan perhatian yang
kamu dapat bahkan mampu meluberi setiap sisi dari perasaanmu. Bersyukur lah,
mari kita flashback ke kejadian bencana longsor di akhir tahun lalu
yang menewaskan ratusan orang yang terkena longsor di daerah
Banjarnegara. Timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda yang tersapu longsor dan yang paling memilukan adalah dampak psikologis para korban longsor.
Seberapa
pun saya merasa nelangsa banget hari itu, Jumat 12 Desember 2015, hari dimana warga jemblung merasakan
sakitnya kehilangan anggota keluarga yang diterjang longsor. Saya selalu punya
alasan untuk bersyukur. Karena saya ingat, Minggu 14 Juni 2015 pagi, hari itu saya ditugaskan Tuhan bersama
teman-teman komunitas bola untuk memberikan donasi. Karangkobar ramai, arah ke
desa Alian yang terdekat dengan longsor ditutup. Saat itu saya menjadi
seseorang yang datang menjenguk orang-orang sakit, bukan yang dijenguk karena
saya sakit. Seseorang yang datang melayat karena banyak korban meninggal dunia
akibat longsor, bukan menjadi yang dilayat. Miris melihat suasana remuk redam
para pengungsi saat itu. Baru beberapa hari kemudian saya bergabung dengan team
MDMC.
MDMC
kepanjangan dari Muhammadiyah Disaster Management Center Adalah Lembaga
Penanggulangan Bencana pimpinan Muhammadiyah. MDMC Sendiri bergerak dalam dalam
kegiatan kebencanaan. Dengan misi meningkatkan dan mengoptimalkan Sistem
Penanggulangan Bencana di Muhammadiyah http://www.muhammadiyah.or.id/
Longsor
Jemblung Banjarnegara tepat di bulan Desember tahun lalu masih menjadi
perhatian beberapa pihak. Bukan masalah siapa yang lebih dulu pergi atau
siapa yang masih bertahan tinggal di sini. Kematian adalah apa yang pasti
datang pada kita, dengan atau tanpa persiapan. Seperti longsor Jemblung yang
tidak diduga sebelumnya. Disamping adanya pengungsi longsor yang biasa dan
akrab disebut "penyintas" ada peran para relawan didalamnya. Relawan-relawan
yang saya kenal lebih dari 3 bulan ini, mengusik saya untuk menuangkan cerita
selama mengikuti kegiatan bantu-bantu di posko Alian MDMC. Saya mengenal
orang-orang baru penerus Muhammadiyah yang banyak memberikan
pemikiran-pemikiran untuk persyarikatan Muhammadiyah.
Bapak
Drs.
Muhammad Farid selaku ketua Muhammadiyah cabang Sumberejo saat itu pada tanggal
12 Desember 2015 beberapa jam setelah longsor terjadi memberikan komando kepada
Bapak Zaenal Abidin, SE. Bapak Farid menurunkan KOKAM Sumberejo sebagai relawan
tanggap darurat bencana longsor Banjarnegara. Dengan mengikuti dan meruntut
program kerja yaitu membangun jati diri KOKAM/SAR yang kokoh sehingga mampu
menjadikan KOKAM/SAR sebagai media dakwah efektif bagi kalangan pemuda maupun
pemudi sebagai bagian dari sistem perkaderan pemuda Muhammadiyah yang komprehensif
dan berkesinambungan. Ini terbukti dari yang saya lihat selama menjadi relawan di posko Alian.
Perhatian
yang
besar juga diberikan dari Ketua Wilayah MDMC Jawa Tengah Drs. Naibul Umam,
M.Si. Beliau adalah dosen ditempat saya melaksanakan pendidikan sarjana di
salah satu kampus swasta Purwokerto. Beliau mengirimkan support system dari wilayah untuk membantu
terbentuknya posko. Beliau memberikan amanah kepada Bapak Fathul Faruq yang mewakili wilayah datang sabtu pagi. yang juga ikut berkontribusi memberikan arahan untuk struktur posko yang akan dibuat.
Bapak Umam ( ke tiga dari kiri ) bersama Bapak-bapak PDM Banjarnegara di rapat evaluasi |
Setelah masa tanggap bencana selesai pada awal Januari, MDMC menjalankan program pendampingan pasca bencana selama 3 bulan. Disini saya benar-benar tahu dan ini menjadi pengalaman pertama berada di daerah bencana selama 3 bulan lebih. Sejujurnya saya tidak faham benar tentang mitigasi, psikososial, pemberdayaan ekonomi dan program pendampingan yang lain. Di posko Alian MDMC sendiri saya diberi amanah untuk mengurusi bagian keuangan dan dapur umum posko Alian MDMC. Dari program pendampingan ini saya banyak belajar tentang psikolsosial untuk menumbuhkan kembali semangat para pengungsi dan warga sekitar.
komandan posko Alian MDMC, Bapak Zaenal (kiri) menerima donasi dari donatur pada masa tanggap darurat |
Melakukan kerjasama dengan berbagai instansi untuk mempersiapkan KOKAM/SAR sebagai lembaga bantuan gerak cepat, tanggap darurat dan memiliki akselerasi yang tinggi dalam penanganan bencana atau dalam situasi kritis. Untuk itulah KOKAM Sumberjo dan Wonosobo diturunkan untuk membantu posko Alian, dalam masa tanggap darurat maupun pasca bencana. KOKAM Sumberejo, Wonosobo mereka terstruktur dibantu support system dari wilayah yang didatangkan dari Kudus. KOKAM sendiri kepanjangan dari Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah. Sedangkan SAR adalah Search and Rescue. Keduanya sangat berperan penting dengan terbentuknya posko Alian MDMC dalam masa tanggap darurat. Banyak ilmu yang saya dapat disetiap kegiatan dan evaluasi di posko dari pemikiran-pemikiran pemuda-pemudi Muhammadiyah ini.
Salah
satu program pendampingan pasca bencana selama 3 bulan sangat
mencermikan visi misi pemuda Muhammadiyah yang menjadikan gerakan dakwah amar ma'ruf
nahi mungkar, gerakan sosial kemasyarakatan dan gerakan
kewirausahaan sebagai tumpuan kegiatan pendampingan para penyintas longsor
jemblung dan masyarakat sekitar posko.
Saya sulit mengatakan betapa
bahagianya saya saat itu. Betapa hal-hal sederhana begitu mudah membuat saya
tersenyum dan tertawa lepas. Rasanya saya ingin menyimpan setiap momen dengan
merubahnya menjadi kunang-kunang ke-emasan dan memasukkannya ke sebuah botol
kaca. Sehingga kemudian bisa berlama-lama memandangi mereka setiap kali ingin
tertidur di tengah gelapnya ruang. Mengingatnya, lalu bersyukur.
Saya bersama pengungsi korban longsor dalam acara pengajian di Desa Alian |
Melihat kembali semangat para
pengungsi yang mulai bersemangat menuntut pengetahuan tentang pembuatan tepung
mokaf yang dikoordinatori program pendampingan pemberdayaan ekonomi oleh Mba
Maulida Helmi Isnaidi S.IP. Betapa para pemudi Muhammadiyah
menjalankan fungsi dan perannya sebagai kader. Kader–kader pemuda dan
pemudi Muhammadiyah yang saya temui di posko MDMC ini sangat berkontribusi
dibidang nya masing-masing.
Mbak Maulida bersama team pemberdayaan mendampingi Ibu-ibu penyintas |
Mba Maulida konsen
dibidang pemberdayaan ekonomi, dibidang lain ada juga program Mitigasi Bencana.
Dibidang ini saya juga banyak mengenal orang-orang baru dari luar kota seperti
Kudus, Pekalongan Batang, Wonosobo dan Banyumas. Mitigasi juga banyak
menorehkan banyak program. Seperti dibentuknya Laskar Benteng Timur Desa Alian
sebagai tim siaga desa penopang. Mitigasi banyak memberikan ilmu buat saya,
didalam nya saya belajar tentang pengurangan resiko bencana, adanya assestment, dan kajin jitu pasca
bencana. Di akhir program mitigasi kami membuat alat semacam EWS (Early Warning System) sebuah alat/sistem
peringatan dini, namun alat mitigasi ini dinamakan NDOCENG “Kendo Kenceng”. Mas
Lisin dari bidang mitigasi yang memberikan nama untuk alat ini.
Mas Lisin dari team mitigasi bencana melakukan survey di daerah longsor di desa lain |
Alat NDOCENG ala mitigasi posko Alian MDMC |
Minggu lalu saya menemui ibu-ibu
binaan program pemberdayaan, semua menjadi terang ketika para penyintas mulai
bisa bersinergi dengan kreatifitas-kreatifitas yang sudah diberikan. Betapa
kontribusi para pemuda-pemudi kader Muhammadiyah ini sangat terlihat. Menolong
tanpa pamrih, membantu dengan kasih, itulah mereka Relawan-relawan yang saya
kenal setelah mengikuti program pendampingan untuk para penyintas. Disamping kesibukan mereka dengan pekerjaan sehari-hari yang ditinggalkan untuk mereka para penyintas.
Seperti blog, twitter atau facebook. Twitter adalah
lahan saya bermain dengan kata-kata, facebook adalah wadah di mana
saya menulis lebih panjang dan blog adalah tempat di mana saya menuliskan
hidup saya. Blog adalah sesuatu yang lebih personal. Seseorang yang
membaca dan bermain ke sini atas keinginannya sendiri, bila dia merasa tidak
berkenan dengan isinya dia bisa berhenti membacanya. Tidak ada paksaan. Saat
ini saya senang menulis, saya sedang bersemangat menulis. Termasuk menuliskan
tentang pengalaman saya di posko selama beberapa bulan terakhir ini disamping
itu saya selalu memantau social media bahwa Muhammadiyah menyelenggarakan Lomba
Penulisan blog untuk Muktamar47 di Makasar http://muktamar47.muhammadiyah.or.id/ yang akan dihelat Agustus
mendatang. Semoga Muktamar nanti dapat memperdalam ilmu, memperluas
pengetahuan dan meningkatan kecerdasan serta mengamatkan sesuai
dengan ajaran Islam.
Ada
hal yang sedemikian buruk untuk disaksikan dan ada hal yang sedemikian baik
untuk disaksikan. Kamu, Tuhan memberimu hidup untuk berada di
antaranya. Lalu menjadi bagian dari salah satunya. Kejadian longsor
yang merenggut ratusan nyawa, dibalik itu semua ada tugas para kader-kader
Muhammadiyah untuk membangun dan memupuk lagi semangat para penyintas dalam
program pendampingan pasca bencana.
Ada
hal-hal buruk yang tidak kamu inginkan tapi harus terjadi, bencana ini sudah
terlewati. Tidak ada satupun orang yang menginginkan hal ini. Sampai saat ini
masih ada beberapa korban yang belum ditemukan. Jika boleh meminta mungkin,
tapi entahlah, saya memang sejak dulu berpikir, bahwa meninggal dunia di rumah
mungkin jauh lebih baik. Tidak menunggu berjam-jam hanya untuk proses agar
jenazah bisa dibawa pulang keluarga, tidak perlu menaiki ambulance bersama
jenazah dan sepanjang jalan menangis sembari melihat ke luar jendela. Tidak perlu melihat di papan informasi nama yang ikut menjadi korban, dan melihat apakah kita masuk di list nama yang diketemukan, atau yang hilang. Tidak
perlu melewati adegan melihat rumah, dan sudah ramai diisi oleh orang lain yang
bahkan mungkin lebih dari separuhnya tidak pernah kita temui sebelumnya, saya
tidak pernah mau berani memikirkan hal-hal begini.
Manusia
kebanyakan
hidup dalam angan-angannya, tidak terkecuali saya. Banyak hal yang membuat saya
khawatir dan takut, banyak juga hal yang membuat saya iri juga pesimis pada
diri saya sendiri. Dan itu semua bermula dari angan-angan saya tentang hari
esok. Saya belum pernah menjadi relawan sampai 3 bulan, saya belum pernah ada
dibagian dapur umum, tapi nyatanya semua bisa dilewatin seiring pembelajaran
yang saya dapatkan. Saya banyak dibantu mereka yang berkompeten dibidang nya
masing-masing. Dan mereka memaklumi saya yang sangat takut dengan ambulance ini.
Muda, adalah waktunya manusia tumbuh. Melihat banyak kesalahan di sekitarnya, dan tidak membuat kesalahan yang sama. Muda, adalah waktunya manusia berpikir. Melihat banyak bencana di sekitarnya, dan berupaya agar tahu penanggulangannya. Pak Umam, Pak Farid, dan Pak Zaenal, dengan cara beliau masing-masing memimpin para relawan dan kader-kader pemuda Muhammadiyah bisa menjadi contoh dan cerita tersendiri buat saya, bahwa ketika kamu meninggal orang tidak akan pernah mengingat sebanyak apa harta yang berhasil kamu kumpulkan, tetapi seberapa banyak waktu juga kasih sayang yang sudah bersedia kamu bagi sepanjang hidupmu, untuk mereka yang berada di sekelilingmu yang membutuhkan bantuanmu, Ini mungkin terasa klise sekali.
Muda, adalah waktunya manusia tumbuh. Melihat banyak kesalahan di sekitarnya, dan tidak membuat kesalahan yang sama. Muda, adalah waktunya manusia berpikir. Melihat banyak bencana di sekitarnya, dan berupaya agar tahu penanggulangannya. Pak Umam, Pak Farid, dan Pak Zaenal, dengan cara beliau masing-masing memimpin para relawan dan kader-kader pemuda Muhammadiyah bisa menjadi contoh dan cerita tersendiri buat saya, bahwa ketika kamu meninggal orang tidak akan pernah mengingat sebanyak apa harta yang berhasil kamu kumpulkan, tetapi seberapa banyak waktu juga kasih sayang yang sudah bersedia kamu bagi sepanjang hidupmu, untuk mereka yang berada di sekelilingmu yang membutuhkan bantuanmu, Ini mungkin terasa klise sekali.
Program pendampingan pasca bencana longsor Jemblung posko Alian MDMC ini juga ikut menumbuhkan lagi pentingnya beribadah untuk setiap kaum muslimin, sebesar apapun cobaan yang tengah diberikan Tuhan kepada kita. Bidang dakwah dalam program pendampingan menggelar pengajian akbar di beberapa tempat. Psikososial juga tidak kalah pentingnya. Mas Agung yang saya temui, mejelaskan tentang penanganan psikologis anak-anak korban longsor. Psikososial membuat "Sekolah Ceria" untuk anak-anak korban longsor. Dari pemikiran teman-teman relawan di bidang psikososial yang didapatkan pemikiran perencanaan kegiatan untuk program pendampingan, yang lebih di khususkan untuk anak-anak korban longsor. Seperti pengajian rutin di TPQ, wisata ceria dll. Karena anak-anak adalah bagian terpenting dari masa depan bangsa. Semoga mereka juga bisa jadi kader penerus Muhammadiyah dan Agama Islam.
Mas Agung dari team psikososial bersama adek-adek dari Sekolah Ceria |
Akhir dari program pendampingan yang saya ikuti, para kader Muhammadiyah menunjukkan sekali lagi kredibilitas-nya untuk masyarakat, spirit yang saya lihat dari teman-teman KOAKM Sumberejo, Wonosobo, SAR Kudus maupun relawan seperti Mba Maulida dan relawan-relawan dari Banyumas dan Purwokerto dalam menyelenggarakan pentas seni yang diadakan di Alian. Pentas Seni yang diadakan awal April lalu menampilkan penampilann dari binaan relawan-relawan posko. Seni dan budaya yang bernafaskan Islan sangat kental terasa ketika dinyanyikan nya lagu Mars Sang Surya. Semua masih tergambar jelas di ingatan saya. Itu menjadi minggu terakhir kami mendampingi warga dan korban longor di posko Alian. Desa Alian pun mendadak ramai bukan karean kabar buruk kali ini. Dan saya sedang tidak berminat menulis apapun yang buruk. Malam itu keramaiannya serasa kembali pada masa-masa awal tanggap bencana, namun dengan suasana bahagia kali ini. Pementasan tari, drama dari anak-anak korban longsor, dan anak-anak dari desa Alian menjadi momen-momen yang saya nikmati. Ketika banyak anak-anak yang berkumpul, saya pun menghabiskan sebanyak mungkin waktu dengan mereka. Saya belajar menjadi seperti mereka, mencoba memahami hidup dari sisi yang lebih baik. Tersenyum selagi bias, menangisi hal menyedihkan hanya sekali saja. Semoga tidak ada lagi bencana menimpa negeri ini Tuhan. Amiiinnn...
Penampilan drama dari adek-adek Alian |
Warga Alian bersama dengan penyintas di malam pentas seni |
Bagaimana rasanya kehilangan seluruh anggota
keluarga disaat usia sudah menua? Coba tanyakan kepada Bapak Toplani, korban
longsor yang kehilangan seluruh anggota keluarganya.
Bagaimana rasanya kehilangan suami dan masih bisa
bertahan diterjang longsor saat masih mengandung? coba tanyakan pada Ibu
Fatimah, korban longsor yang masih bisa diselamatkan diantara gundukan tanah
longsor.
Bagaimana rasanya menjadi pak Tunut, yang kakinya
di pakaikan pan karena sempat terkena longsor?
Kita bisa pergi kemana-mana naik motor bersyukur,
orang lain masih banyak yang harus jalan kaki karena tidak punya kendaran. Kita
bisa pergi kemana-mana jalan kaki bersyukur, orang lain ada yang lagi sakit dan
tidak bisa jalan.
Tapi lihat, berapa ribu warga Indonesia yang
mengeluhkan macet tiap harinya di social media? Padahal Tuhan masih
berbaik hati memberi mereka berkah mobil yang nyaman. Atau setidaknya, memberi
mereka berkah untuk menaiki kendaraan umum yang ber-atap. Saya mau ngeluh
juga jadi malu sendiri. Manusia itu hebat. Bagi mereka yang tabah, waktu selalu
mampu membiasakan hal seburuk apa pun yang harus terjadi dan memang harus
dihadapi.
Segala hal buruk yang terjadi, apa pun itu, kamu
tidak akan pernah tahu seperti apa rasanya bila kamu tidak mengalaminya
sendiri. Kamu hanya bisa bersimpati, kamu hanya bisa mengasihani, tapi kamu
tidak tahu persis seperti apa perasaan seseorang yang melaluinya sendiri. Kamu
tahu ceritanya, lalu membayangkan menjadi dirinya. Tapi, kamu tetap
bukan dirinya.
Setiap orang akan mempunyai waktu dan masanya untuk
ditinggalkan dan meninggalkan. Hal apa pun, pasti punya waktunya untuk berlalu.
Tapi yakinlah, setiap kehilangan yang terjadi, akan membuatmu lebih menghargai
mereka yang masih setia bertahan di sisimu sampai saat ini.
Dan kelak, kita semua pun akan berjumpa pada sebuah
titik yang telah TUHAN janjikan. Titik di mana semua akan dihitung tanpa ada
yang dirugikan. Membuka apa saja yang telah kamu perbuat di sepanjang hidupmu,
tanpa dapat kamu tutup-tutupi. Tuhan-lah yang mengantar saya sampai di
sini bersama dengan relawan lain dengan jalan dan cara Nya yang bahkan tidak
pernah saya bayangkan sebelumnya. Tidak apa tidak ada wajah atau suara yang
familiar. Terkadang kita perlu memberikan kesempatan mereka yang baru datang
untuk memberi porsi kebahagiaan dalam hidup kita.
Saya hanya meyakini satu hal, segala yang kamu
beri adalah segala yang akan kembali pada dirimu sendiri. Buruk akan kembali
jadi buruk, baik akan kembali jadi baik. Kamu terkadang hanya perlu melihat
lebih dekat apa yang ada di sekitarmu untuk bisa menjadi seseorang yang lebih
rasional. Inspirasi bisa datang dari mana saja. Sederhanakan saja cara
berpikirnya.
Menyebarkan semangat persatuan membantu
seperti para relawan SAR dari Kudus dan Wonosobo, seperti KOKAM Sumberejo yang
menjadi barisan depan posko Alian dan teman-teman relawan Banyumas, yang selalu
berhasil membuat saya merasa lega pernah menjadi bagian dari team ini. Atau
cukup dengan menulis seperti saya ini pun juga bisa. Ajak banyak orang lain
untuk ikut peduli dengan cara kalian sendiri.
Sekali lagi saya mengucapkan banyak terimakasih
untuk semua hal yang saya dapatkan dari program pendampingan selama 3 bulan
lebih. Semua amanah yang pernah diberikan, semua pengetahuan yang saya dapatkan
semoga menjadi acuan awal bagi saya untuk bisa seperti beliau-beliau yang masih
meluangkan waktunya untuk kemaslahatan umat, untuk ukhuwah islamiyah yang harus
tetap dijaga dan perjuangan untuk mereka yang masih membutuhkan.
Perumpamaan kaun mukminin satu
dengan yang lainnya dalam hal saling mencintai,
saling menyayangi dan saling
berlemah-lembut diantara mereka adalah
seperti satu tubuh. Apabila salah
satu anggota badan sakit,
maka semua anggota badannya juga
merasa demam
dan tidak bisa tidur.
[HR. Bukhari Muslim,sedangkan
lafalnya adalah Lafazh Imam Muslim]